BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Mata kuliah Konsep Dasar IPS SD
merupakan bidang studi yang bahannya bersumber dari kehidupan manusia di
masyarakat, yang aspek-aspeknya meliputi geografi, sosiologi, antropologi,
ekonomi, sejarah, politik, dan nilai-nilai. Pendidikan IPS berusaha membantu
peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan
menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya
(Kosasih,1994). Salah satu aspek yang dipelajari dalam mata kuliah Konsep Dasar
IPS SD model pembelajaran konsep dasar IPS dan model pembelajaran tersebut
dikemas dengan kreatif, inovatif, dan menyenangkan, agar dapat merangsang siswa
untuk mengikuti pelajaran.
Metode pembelajaran menjadi salah satu
komponen kurikulum yang mendapatkan perhatian dan pengujian yang lebih. Salah
satu metode untuk mengatasi kebosanan siswa belajar di kelas karena pengajaran
terlalu didominasi oleh pendekatan ekspositori (ceramah) yang berpusat pada
guru adalah metode inkuiri. Tujuan inkuiri sosial diharapkan dapat membantu
masyarakat dalam memecahkan masalah-masalah sosial sehingga mereka dapat
memperoleh kehidupan yang lebih baik.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah
:
1.
Apa yang
dimaksud model pembelajaran?
2.
Bagaimana model
pembelajaran konsep dasar IPS?
3.
Bagaimana
implementasi model-model pembelajaran konsep dasar IPS?
4.
Bagaimana cara
memilih model belajar mengajar yang efektif?
5.
Apa hakikat dan
peranan model pembelajaran konsep dasar IPS?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah mengenal model pembelajaran, mempelajari model pembelajaran konsep dasar
IPS, implementasi model-model pembelajaran konsep dasar IPS, pemilihan model
belajar-mengajar yang efektif, dan mengetahui hakikat dan peranan model
pembelajaran konsep dasar IPS.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MENGENAL MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Dalam dunia pengajaran telah dikenal
berbagai model mengajar, meskipun tidak ada satu model yang paling tepat untuk
segala tujuan dan kondisi. Semua model mempunyai kekuatan dan kelemahan
masing-masing.
Model
dapat diartikan sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan.
Dalam pengertian lain model juga dapat diartikan sebagai barang atau benda
tiruan dari barang atau benda yang sesungguhnya. Dalam uraian selanjutnya,
istilah model digunakan untuk menunjukkan pengertian yang pertama, yaitu
kerangka konseptual. Dari pengertian tersebut, maka model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
belajar mengajar (Udin Saripudin, 1994;78).
Dari hasil kajian terhadap berbagai
model belajar-mengajar yang secara khusus telah dikembangkan dan dites oleh
para pakar pendidikan di bidang itu, Joy dan Weil (1986) mengelompokkan
model-model tersebut ke dalam tempat rumpun, yakni :
1.
Rumpun model
pemrosesan informasi.
2.
Rumpun model
personal.
3.
Rumpun model
interaksi sosial.
4.
Rumpun model
behavioral (tingkah laku).
Secara ringkas berikut akan dikemukakan
masing-masing model .
1.
Rumpun Model Pemrosesan Informasi
Model-model mengajar yang tergolong
rumpun ini berorientasi kepada kecakapan siswa dalam memproses informasi dan
cara-cara mereka dapat memperbaiki kecakapan untuk menguasai informasi.
Pemrosesan informasi mengacu kepada cara-cara orang menangani rangsangan dari
lingkungan, mengorganisasi data, melihat masalah, mengembangkan konsep,
memecahkan masalah, dan menggunakan lambang-lambang verbal dan non-verbal.
Beberapa informasi menekankan kepada aspek kecakapan pelajar untuk memecahkan
masalah, dan menekankan aspek berpikir yang produktif, sedangkan beberapa
lainnya lebih menekankan kepada kecakapan intelektual umum. Model-model ini
juga menekankan konsep-konsep dan informasi yang dijabarkan dari
disiplin-disiplin akademik. Di samping itu model-model ini juga memperhatikan
aspek hubungan sosial dan perkembangan fungsi diri pribadi secara terpadu
melalui fungsi intelektual.
Model-model belajar-mengajar yang
tergolong rumpun ini adalah sebagai berikut :
a.
Model Berpikir
Induktif (Hilda Taba)
Tujuan : Dirancang untuk perkembangan proses mental
induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori.
b.
Model Latihan
Inkuiri (Richard Suchman)
Tujuan : Dirancang untuk mengajar murid untuk
menghadapi penalaran kasual, dan untuk lebih fasih dan tepat dalam mengajukan
pertanyaan, membentuk konsep dan hipotesis. Model ini pada mulanya digunakan
dalam sains, tetapi kemampuan-kemampuan ini berguna untuk tujuan-tujuan pribadi
dan sosial.
c.
Model Inkuiri
Ilmiah (Joseph J. Schab)
Tujuan : Dirancang untuk mengajar system penelitian
dari suatu disiplin, tetapi juga diharapkan untuk mempunyai efek dalam
kawasan-kawasan lain (metode-metode sosial mungkin diajarkan dalam upaya
meningkatkan pemahaman sosial dan pemecahan masalah sosial).
d.
Penemuan Konsep
(Jerome Bruner)
Tujuan : Dirancang terutama untuk mengembangkan penalaran
induktif, tetapi juga untuk pengembangan dan analisis konsep.
e.
Pertumbuhan
Kognitif (Jean Pieget, Irving Sigel, Edmund Sulivan, Lawrence Kohlberg)
Tujuan : Dirancang untuk meningkatkan perkembangan
intelektual, terutama penalaran logis, tetapi juga dapat diterapkan pada
perkembangan sosial dan moral.
f.
Model Penata
Lanjutan (David Ausubel)
Tujuan : Dirancang untuk meningkatkan efisiensi
kemampuan pemrosesan informasi untuk menyerap dan mengaitkan bidang-bidang
pengetahuan.
g.
Model Memori
(Harary Lorayne, Jerry Lucas)
Tujuan : Dirancang untuk meningkatkan kemampuan
mengingat.
2.
Rumpun Model-Model Personal
Rumpun model-model personal,
berorientasi kepada individu dan perkembangan keakuannya (selfhood). Rumpun ini menekankan kepada proses di mana individu membentuk
dan menata realitas keunikannya. Perhatian banyak diberikan kepada kehidupan
emosional. Mengajar dengan model-model ini banyak memusatkan pada upaya
membantu individu untuk mengembangkan suatu yang produktif dengan lingkungannya
dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap sehingga mampu lebih
memperkaya hubungan antarpribadi dan lebih cakap dalam pemrosesan informasi
secara efektif.
Model-model yang tergolong dalam rumpun
ini adalah sebagai berikut :
a.
Model Pengajaran
non-direktif (Carl Rogers)
Tujuan
: Penekanan pada pembentukan kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti
kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian dan konsep diri.
b.
Model Latihan
Kesadaran (Fritz Perls, Wilham Schuts)
Tujuan
: Meningkatkan kemampuan seseorang untuk eksplorasi diri dan kesadaran diri.
Banyak menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antarpribadi.
c.
Model Sinektik
(Wilham Gordon)
Tujuan
: Perkembangan pribadi dalam kreativitas dan pemecahan masalah kreatif.
d.
Model
Sistem-Sistem Konseptual (David Hunt)
Tujuan
: Dirancang untuk meningkatkan kekompleksan dan keluwesan pribadi.
e.
Model Pertemuan
Kelas (Willian Glasser)
Tujuan
: Perkembangan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan
kelompok sosial.
3.
Rumpun Model-Model Interaksi Sosial
Model-model mengajar dalam rumpun ini
menekankan pada hubungan individu dengan orang lain atau masyarakat. Rumpun ini
memusatkan pada proses dimana kenyataan ditawarkan secara sosial. Sebagai
konsekuensinya, model-model yang berorientasi tersebut di atas, memberikan
prioritas untuk memperbaiki kecakapan individu untuk berhubungan dengan orang
lain, untuk bertindak dalam proses yang demokratis, dan untuk bekerja secara
produktif dalam masyarakat. Meskipun rumpun model ini lebih menekankan pada
hubungan sosial dibandingkan dengan aspek lainnya, para tokoh dalam rumpun
model-model ini juga menekankan perkembangan kesadaran dan perkembangan diri (self), dan belajar bidang studi yang
bersifat akademik.
Model-model belajar-mengajar yang
tergolong rumpun ini adalah sebagai berikut :
a.
Model Penemuan
Kelompok (Herbert Telen, John Dewey)
Tujuan : Perkembangan keterampilan untuk partisipasi
dalam proses sosial yang demokratis melalui penekanan yang dikombinasikan pada
keterampilan-keterampilan antarpribadi (kelompok) dan keterampilan-keterampilan
penemuan akademik. Aspek perkembangan pribadi merupakan hal yang penting dalam
model ini.
b.
Model Inkuiri
(Penemuan) Sosial (Bryon Massiolas, Benyamin Cux)
Tujuan : Pemecahan masalah sosial, terutama melalui
penemuan sosial dan penalaran logis.
c.
Model Metode
Laboratori (National Teaching Laboratory (NTL),
Bethel Maine)
Tujuan : Perkembangan keterampilan antarpribadi dan
kelompok melalui kesadaran dan keluwesan pribadi.
d.
Model
Jurisorudensial (Donald Oliver, James P. Dhaver)
Tujuan : Dirancang terutama untuk mengajarkan
kerangka acuan jurisprudensial sebagai cara berpikir dan penyelesaian isu-isu
sosial.
e.
Model Bermain
Peran (Fannie Shafel, George Fhafel)
Tujuan : Dirancang untuk mempengaruhi siswa agar
menemukan nilai-nilai pribadi dan sosial. Perilaku dan nilai-nilainya
diharapkan anak menjadi sumber bagi penemuan berikutnya.
f.
Model Simulasi
Sosial (Serene Bookock, Harold Guetzkow)
Tujuan : Dirancang untuk membantu siswa mengalami
bermacam-macam proses dan kenyataan sosial, dan untuk menguji reaksi mereka,
serta untuk memperole konsep keterampilan pembuatan keputusan.
4.
Rumpun Model-Model Behavioral (Perilaku)
Semua model-model mengajar yang
tergolong dalam rumpun ini bersumber dari kerangka teori yang sama yaiu teori behavioral. Istilah-istilah lain yang
sejenis dan sering dipergunakan adalah teori belajar, teori belajar sosial,
modifikasi perilaku dan terapi perilaku. Rumpun model-model ini lebih
menekankan pada aspek perubahan perilaku siswa yang nyata dan dapat diamati
daripada struktur psikologis dan perilaku yang tidak dapat diamati. Model-model
perilaku mempunyai penerapan yang luas dan diarahkan kepada bermacam-macam
tujuan pendidikan, latihan pribadi antarpribadi dan terapi. Berdasarkan kepada
pengendalian stimulus dan penguatan, model-model behavioral telah berhasil menerapkan kondisi-kondisi antara, baik
secara individu maupun kelompok. Salah satu karakteristik umum pada model-model
perilaku adalah dalam hal penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari siswa,
yaitu tugas-tugas yang harus dipelajari menjadi serangkaian perilaku dalam
bentuk yang lebih kecil dan berurutan. Pada umumnya pengendalian perilaku
terletak pada pihak guru, meskipun siswa pun mempunyai kesempatan untuk
mengendalikan perilakunya.
Model-model yang termasuk rumpun ini
adalah sebagai berikut :
a.
Model Manajemen
Kontingensi (B. F. Skinner)
Tujuan : Fakta-fakta, konsep, keterampilan.
b.
Model Kontrol
Diri (B. F. Skinner)
Tujuan : Perilaku/keterampilan sosial.
c.
Model Relaksasi
(Santai) (Rimm dan Masters,Wolpe)
Tujuan : Tujuan-tujuan pribadi (mengurangi
ketegangan dan kecemasan).
d.
Model
Pengurangan Ketegangan (Rimm dan Masters, Wolpe)
Tujuan : Mengalihkan kesantaian kepda kecemasan dalam
situasi sosial.
e.
Model Latihan
Asertif (Wolpe, Lazarus, Solter)
Tujuan : Ekspresi perasaan secara langsung dan
spontan dalam situasi sosial.
f.
Model Latihan
Langsung (Gagne, Smith dan Smith)
Tujuan : Pola-pola perilaku, keterampilan.
B.
MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS
1.
Pengertian Pembelajaran
Secara umum pembelajaran merupakan suatu
proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi
antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Secara
lengkap pengertian pembelajaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Pembelajaran ialah suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya (Mohammad Surya, 1996;9). Beberapa prinsip yang
menjadi landasan pengertian di atas ialah :
1.
Pembelajaran
sebagai usaha memperoleh perubahan tingkah laku. Tetapi tidak semua perubahan
tingkah laku sebagai hasil pembelajaran.
2.
Hasil
pembelajaran ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan.
Perubahan tingkah laku itu meliputi tingkah laku kognitif, afektif, atau
motorik. Pembelajaran yang hanya menghasilkan perubahan satu atau dua aspek
tingkah laku disebut sebagai pembelajaran sebagian (partial learning) dan bukan pembelajaran lengkap (complete learning).
3.
Pembelajaran
merupakan suatu proses. Selama proses pembelajaran itu individu tidak terlepas
dari lingkungannya dan pembelajaran tersebut berisat dinamis dan saling
berkaitan.
4.
Proses
pembelajaran terjadi karena adanya suatu yang mendorong dan ada tujuan yang
akan dicapai.
5.
Pembelajaran
merupakan bentuk pengalaman.
2.
Pengertian Konsep dan Generalisasi (Konsep Dasar)
IPS
2.1 Pengertian Konsep
Konsep ialah kumpulan fakta-fakta yang
memiliki interelasi kuat satu sama lain sehingga membentuk suatu pengertian
yang bulat. Dalam rumusan yang sederhana konsep ialah suatu bayangan pikiran
atau tanggapan yang bulat tentang sesuatu. Bayangan pikiran atau tanggapan mana
terdiri dari serentetan gejala atau fakta untaian uraian yang satu sama lain
bertautan dan menciptakan suatu kebulatan pengertian (Kosasih Djahiri
1978/1979;97).
2.2 Pengertian Konsep Dasar IPS
Konsep IPS yaitu kata atau ungkapan yang
memiliki ciri yang menonjol dan tidak dapat dipisahkan dari konteks IPS
tersebut (James G. Womack 1970;30). Kata yang merupakan konsep ini selain dapat
mengungkapkan pengertian denotatif, juga memiliki ungkapan yaitu pengertian
kata yang didefenisikan di dalam kamus. Sedangkan pengertian konotatifnya yaitu
pengertian dalam arti luas. Yang menyangkut pengertian, fungsi, pengertian
lainnya yang terkandung dalam kata atau ungkapan tadi. Pengertian konotatifnya
inilah yang mencirikan kata atau ungkapan pada suatu kompleks yang memberikan
arti kunci yang menonjol kepada konteks tersebut. Perngertian konotatid konsep
tersebut sangat erat hubungannya dengan keseluruhan uraian atau keseluruhan
pembahasan IPS. Berikut ini beberapa contoh konsep dalam IPS :
1.
Pasar, produksi,
konsumen (ekonomi)
2.
Lokasi, sungai,
gunung (geografi)
3.
Kebudayaan,
norma-norma, hokum (antropologi)
4.
Keluarga, teman,
masyarakat (sosiologi)
Khusus konsep IPS di SD termasuk
keluarga, masyarakat setempat, uang tabungan, pajak ekonomi setempat wilayah
provinsi wilayah kepulauan, pemerintah daerah Negara RI dan pengenalan kawasan
dunia.
Kumpulan sejumlah
konsep yang memiliki interelasi serta merupakan suatu kebulatan pengertian
dinamakan generalisasi atau konsep dasar (basic
concept). Jadi generalisasi itu adalah hubungan dua konsep atau lebih dalam
bentuk kalimat lengkap, yang merupakan deklaratif dan dapat dijadikan suatu
prinsip atau ketentuan bagi IPS.
Berdasarkan pengertian
yang dikemukakan di atas, kita dapat menarik beberapa perbedaan dasar antara
konsep dengan generalisasi (konsep dasar). Jika konsep hanya sampai kepada
pengertian konotatif maka generalisasi harus merupakan kalimat penyataan
deklaratif yang berlaku sebagai suatu prinsip atau ketentuan pada konteks IPS.
Jika konsep merupakan pengertian yang dapat terlepas dari konsep-konsep
lainnya, maka generalisasi merupakan hubungan dari beberapa konsep. Dengan
dapat dikuasainya perbedaan antara konsep dengan konsep dasar, guru dan siswa
dapat melakukan pemilihan konsep dan pengembangan generalisasi secara wajar dan
terarah.
3.
Langkah-Langkah Mengajarkan Konsep
Agar guru dapat
mencapai tujuan dalam mengajar dengan menggunakan model pembelajaran konsep
dasar IPS, perlu dilakukan langkah sebagai berikut :
a.
Mencari
unsur-unsur yang termasuk konsep tersebut dan kemudian mengelompokkannya serta
memilih konsep mana yang menjadi pilihan sebagai pokok bahasan.
b.
Menentukan dan
merumuskan tujuan instruksional.
c.
Memilih situasi
dan media yang mendukung pelajaran tentang konsep tersebut serta dapat
memperlancar pencapaian tujuan instruksional tersebut.
d.
Merencanakan dan
mencari hal-hal yang diperkirakan membantu siswa dalam proses pemahaman dan
pemantaoan konsep.
e.
Mencari dan
menemukan cara penyajian dan pengembangan proses internalisasi konsep secara
lengkap.
4.
Model-Model Pembelajaran Konsep Dasar IPS
Agar pencapaian tujuan pengajaran IPS
terlaksana dengan baik, diperlukan model pembelajaran yang dianggap dan
diperkirakan paling efektif dalam menyajikan materi pengajaran IPS, khususnya
di SD.
Ada beberapa alternatif model-model
pembelajaran IPS, seperti model Lecturing
(ceramah yang disempurnakan), model pembelajaran konsep dasar IPS
keterampilan berpikir (thinking skills)
yang terdiri dari dua, yaitu keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills) dan keterampilan berpikir kreatif (creative thinking skills). Khusus untuk
SD, tujuan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan
sehari-hari.
I.
Model Lecturing
(Ceramah) yang Disempurnakan
a.
Pangkal tolak
pikir dan permasalahannya
Lecturing pada hakikatnya memberikan pelajaran dengan ceramah,
dimana guru berada di muka kelas, memimpin, dan menentukan isi dan jalannya
pelajaran serta mentransfer (menuangkan) segala rencana pelajarannya
(kebanyakan dengan lisan) yang menurutnya baik atau perlu bagi siswanya.
Teknik
ini paling banyak digunakan dalam rapat, menyampaikan pelajaran, diskusi, dan
bahkan dalam lokakarya. Para guru umumnya banyak menggunakan teknik ini
dikarenakan kebiasaan kiprah umum, kebiasaan yang membaku pada dirinya, murah,
mudah dan cepat serta tidak memerlukan fasilitas-fasilitas yang banyak,
ketidaktahuan akan cara teknik lainnya, dan faktor jumlah program dan kurangnya
waktu.
b.
Lecturing
menjadi kelumrahan dalam mengajar
Keberhasilan,
kemantapan dan kelestarian hasil pelajaran apabila menggunakan model lecturing
sangat diragukan. Terlebih bagi kelas rendah. Sebab pada lecturing siswa dibawa ke dalam alam verbal (lisan) dan abstrak
dengan tempo proses internalisasi (pemantapan/pemahaman) yang relatif sangat
singkat.
Rentetan
ucapan guru yang demikian banyak (apalagi jika bersifat kompleks) serta tempo
bicara yang beruntun memkasa siswa menangkap (melalui telinga, mata, pikiran
dan tangan untuk menulis) semampunya saja. Dan sebagai manusia, siswa memiliki
daya mampu yang terbatas, yang kian lama kian menurun. Hampir tidak asa siswa yang
memiliki daya mampu dengar, lihat, menulis dan berpikir selama 2x45 menit
secara konstan.
Sejumlah
faktor dan persyaratan untuk ini perlu selalu kita perhatikan. Karena apabila
tidak, proses ini hanya dengan verbal belaka sejumlah tahapan proses hilang atau
kurang mantap. Dan apabila dilakukan
melalui membaca (dari papan tulis atau buku) maka daya mampu baca siswa harus
diperhatikan. Kemampuan membaca pada anak sangat berlainan dan tergantung pada
tingkat usianya (Prof. Eve Malmoquist). Daya baca ini kian lama kian menurun.
Apabila diingat bahwa yang penting dalam membaca bukan membaca huruf-huruf,
melainkan sambil menghayati dan berpikir.
Dapatkah
kesemua hal di atas terpenuhi oleh teknik ceramah? Bahwa ini tidak dapat kita
hapuskan sama sekali, memang diakui. Namun perlu direnungi kemanfaatan dan cara
yang maksimal.
c.
Kelebihan
Lecturing
1.
Dapat mentansfer
ide dan memberikan analisis sejelas-jelasnya.
2.
Dapat melihat
dan menyesuaikan diri dengan keadaan dan siswanya.
3.
Sangat tepat
untuk menyampaikan informasi.
4.
Tepat untuk
keadaan dimana siswa berbanding guru tidak seimbang, dengan disertai teknik dan
variasi tambahan/pengayaan.
5.
Dapat dengan
segera mengetahui keadaan dan daya terima siswa, hasil transaksi belajar
melalui cara-cara tertentu.
6.
Bila terjadi
kekeliruan penyampaian atau bahan, dapat segera diperbaiki.
7.
Dengan variasi
visual dapat lebih menarik dan hidup.
8.
Sangat mudah
diksanakan, murah dan cepat.
d.
Kekurangan
Lecturing
1.
Bersifat satu
arah, sehingga lebih bersifat transferring
(penuangan) ilmu.
2.
Mono teknik dan
mematikan kerja indra lain serta adanya penurunan daya indra yang digunakan.
3.
Penyamarataan
daya mampu siswa, bahkan sering sama sekali tidak diperhatikan oleh guru (guru
sentris).
4.
Bila
persiapannya buruk, bahan tidak sistematis, konsep tidak diperhatikan, dan cara
pembawaannya jelek, maka pelaksaannya menjadi kacau, menyulitkan siswa dan
kehilangan arah.
5.
Sering
membosankan dan tidak menarik bagi siswa, sebab minat siswa tidak/kurang
diperhatikan.
6.
Pada lembaga
keguruan (IKIP,SPG atau lainnya) apa yang dikerjakan guru, cenderung ditiru
siswa sebagai model.
7.
Hasil belajar
kurang baik/kurang mantap.
e.
Beberapa variasi
kearah menyempurnakan lecturing
Maksud
daripada hal ini kiranya jelas yaitu memberi sejumlah variasi teknik
belajar-mengajar kedalam teknik lecturing
untuk mengurangi kelemahan dari teknik ini dan menghidupkan suasana
belajar-mengajar. Tentu saja patut diperhatikan dalam memuaskan variasi antara
lain :
1.
Tujuan
instruksional yang ingin dicapai
2.
Jenis
konsep/informasi yang akan disajikan
3.
Keadaan siswa,
waktu, fasilitas dan lingkungan/suasana belajar
Adapun variasi-variasi yang diketengahkan, bersifat
umum dan jugement (perkiraan dalam
waktu dan jumlah kegiatannya).
1.
Model Variasi A
:
-
Babak I
(pembukaan dapat memilih alternatif pilihan seperti pembicaraan ilmiah popular
bertautan dengan pelajaran, guru menuliskan atau memasang gambar atau judul,
menampilkan sejumlah alat peraga, dll).
-
Babak II (fase
mengemukakan informasi pokok).
2.
Model Variasi B
:
-
Lecturing sebagai
pembukaan guru.
-
Simulasi (sosio
drama), diskusi/kerja kelompok, tanya jawab, dll.
-
Lecturing penyimpulan
atau penegasan konsep dari guru dan siswa dapat diikutsertakan.
3.
Model Variasi C
:
-
Ulasan
singkat/pembukaan uraian singkat.
-
Kerja
kelompok/klasikal atau studi ke perpustakaan.
-
Role playing/
sosio drama/ simulasi eksperimentasi atau peragaan, dll.
-
Penelaahan/penilaian
hasil di atas secara klasikal/kelompok.
-
Lecturing/uraian/pembahasan
guru.
-
Dialog/Tanya
jawab guru dan siswa dan pengambilan kesimpulan serta evaluasi.
4.
Model Variasi D
:
Model
ceramah dibawakan oleh ahli yang bersangkutan, sehingga suasana pelajaran
sebagaimana keadaan dan gambar sebenarnya. Misalnya ceramah/pelajaran sejarah
tentang revolusi dibawakan oleh tokohnya yang diundang khusus atau melalui
rekaman video.
5.
Model Variasi E
:
Model
yang lumrah dikenal dengan nama team
teaching yang baik dan terencana.
II. Keterampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skills)
Menurut Johnson (1991), merumuskan istilah berpikir kritis
(critical thinking) secara etimologi menyatakan bahwa kata “critic” dan
“critical” berasal dari “krenein” yang berarti menaksir nilai sesuatu. Ia
menjelaskan bahwa kritik adalah perbuatan seorang yang mempertimbangkan,
menghargai dan menaksir nilai sesuatu hal. Tugas seorang berpikir kritis adalah
menerapkan norma dan standar yang tepat terhadap sesuatu hasil. The Group of
Five (Etnis 1989; Lipman 1988; Siegel 1988; Paul 1989; McPeck 1981), menyimpulkan
bahwa ada tiga persetujuan subtansi dari kemampuan berpikir kritik yaitu
Berpikir kritis memerlukan sejumlah kemampuan kognitif, berpikir kritis
memerlukan sejumlah informasi dan pengetahuan, berpikir kritis mencakup dimensi
afektif yang semuanya menjelaskan dan menekankan secara berbeda-beda. Sedangkan
berpikir kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan
mengevaluasi pelaksanaan atau praktek dari suatu pemikiran
dan nilai tersebut. Selain itu, berpikir kritis meliputi aktivitas mempertimbangkan
berdasarkan pada pendapat yang diketahui. Menurut Lipman (1988), layaknya
pertimbangan-pertimbangan ini hendaknya didukung oleh kriteria yang dapat
dipertanggungjawabkan.
III. Keterampilan Berpikir Kreatif (Creative
Thinking Skills)
Menurut
Savage and Amstrong (1996), syarat untuk memasuki sikap berpikir kritis adalah
sikap siswa memunculkan ide-ide atau pemikiran baru; siswa membuat pertimbangan
dan penilaian atau taksiran berdsarkan kreteria yang dapat dipertanggung
jawabkan. Preston dan Herman (1974), inkuiri dan ketrampilan berpikir kritis
tumbuh subur di kelas III. Menurut (Wiken, 1995; Beyer, 1985; Fraenkel, 1980),
pengajaran berpikir kritis meliputi pendekatan, strategi, perencanaan, dan
sikap siswa dalam berpikir kritis. Model ini pernah dijelaskan oleh beliau pada
Studi sosial di Amerika Serikat.
Keterampilan
berpikir kritis menurut Beyer yaitu :
a.
Membedakan fakta dan nilai
dari suatu pendapat.
b.
Menentukan reliabilitas
sumber.
c.
Menentukan akurasi fakta
dari suatu pertanyaan.
d.
Membedakan informasi.
e.
Mendeteksi penyimpangan.
f.
Mengidentifikasi asumsi yang
tidak dinyatakan.
g.
Mengidentifikasi tuntutan
dan argumentasi yang tidak jelas.
h.
Mengakui perbuatan keliru
dan konsisten.
i.
Membedakan antara pendapat
yang dapat dan tidak dapat dikerjakan.
j.
Menentukan kekuatan
argument.
Menurut Beyer strategi
berpikir kritis yang cukup efektif untuk Proses Belajar Mengajar (PBM), ialah
Strategi innduktif yang bersifat direktif. Adapun langkah-langkah yang harus
dipersiapkan guru adalah :
a.
Memperkenalkan keterampilan.
b.
Siswa mencoba keterampilan sebaik
mungkin.
c.
Menggambarkan serta mengartikulasi apa
yang terjadi dalam pikiran ketika menerapkan keterampilan tersebut.
d.
Menerapkan pengetahuan tentang
keterampilan baru untuk diterapkan lagi.
e.
Meninjau lagi apa yang terpikir ketika
keterampilan tersebut diterapkan.
Menurut Beyer strategi berpikir kritis yang kedua adalah strategi
direktif yang artinya memberikan kesempatan pada siswa untuk menguasai dan
memahami betul komponen ketrampilan tersebut sejak permulaan. Strategi ini digunakan
bila ketrampilan siswa agak kompleks. Dalam strategi ini memerlukan bimbingan
khusus. Beyer merumuskan ada 5 langkah dalam penerapan strategi direktif, yaitu
:
a.
Memperkenalkan keterampilan berpikir
kritis.
b.
Menjelaskan prosedur dan aturan
keterampilan.
c.
Menunjukkan bagaimana keterampilan itu
digunakan di kemudian hari.
d.
Menerapkan keterampilan tersebut
mengikuti langkah dan aturan yang jelas.
e.
Menggambarkan tetang apa yang terjadi
dalam pikiran siswa ketika keterampilan itu diterapkan.
C. IMPLEMENTASI MODEL-MODEL
PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS
Kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah baik masalah pribadi maupun masalah sosial sangat diperlukan
karena pada hakekatnya siswa hidup ditengah lingkungan masyarakat yang penuh
dengan benih-benih munculnya masalah. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan
untuk mendewasakan siswa, maka salah satu indikator dewasa adalah kemampuan
akan kemandirian sebagai warga masyarakat. Model pembelajaran “problem solving”
pemecahan masalah merupakan alternatif model pembelajaran dalam IPS.
1. Model
Pembelajaran “Problem Solving”
Ada 4 tahapan
proses pemecahan masalah menurut Savage dan Armstrong, yaitu :
a. Mengenal
adanya masalah.
b. Mempertimbangkan
pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya.
c. Memilih
dan menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut.
d. Mencapai
solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan
menurut Wilkins (1990), menguraikan 6 langkah model pembelajaran “problem solving”, yaitu :
a. Mengklasifikasikan
dan mendefenisikan masalah.
b. Mencari
alternatif solusi.
c. Menguji
alternatif solusi.
d. Memilih
solusi.
e. Bertindak
sesuai dengan pilihan solusi.
f. Tindak
lanjut (follow-up).
2. Model
Pembelajaran Penemuan (Problem Solving
Inkuiri)
Secara
umum batasan yang tegas antara tiga pendekatan/ model pembelajaran tersebut
belum ada kesepakatan. Persamaan dari ketiga model pembelajaran tersebut adalah
semua mensyaratkan adanya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar
melalui proses penelitian, yaitu meneliti hubungan antar sejumlah data/
informasi untuk tercapainya suatu solusi.
Untuk
mengatasi kerancuan, Welton and mallan (1988) mengemukakan bahwa penggunaan
model pembelajaran “problem solving” agak berbeda bila diterapkan pada mata
pelajaran yang berbeda.
D.
PEMILIHAN MODEL BELAJAR MENGAJAR YANG EFEKTIF
Dalam uraian sebelumnya
telah dijelaskan mengenal model belajar yang berlaku umum yang diperkirakan
lebih cocok untuk berbagai tujuan. Dalam uraian tersebut, istilah model
belajar-mengajar digunakan dalam istilah yang berbeda, sementara itu beberapa
penulis seperti Borich juga Huoston dkk. menggunakan istilah Strategi
Belajar-Mengajar dalam pengertian yang sama untuk menggambarkan keseluruhan
prosedur yang sistematis untuk mencapai tujuan. Dalam uraian ini istilah
Strategi Belajar-Mengajar digunakan untuk menunjukkan siasat atas keseluruhan
aktivitas yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan tujuan pendidikan,
sedangkan istilah Model Belajar-Mengajar menurut Joyce dan Weil (1986) digunakan untuk menunjukkan
sosok utuh konseptual dari aktivitas belajar-mengajar yang secara keilmuan
dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Karena itu dalam model
selalu terdapat tujuan dan asumsi sintakmatik, system sosial, system pendukung
dan dampak instruksional dan pengiring.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model belajar-mengajar itu merupakan inti atau jantung dari
strategi mengajar (Udin Saripudin, 1994;151). Walaupun secara teoritik tersedia
cukup banyak model belajar-mengajar yang dapat dipakai oleh pengajar di dalam
pelaksanaan pengajaran, mengajar seyogyanya memilih model mana yang dianggap
atau diperkirakan paling efektif.
Menurut Huoston, Clift,
Freiberg, dan Wamer (1988) terdapat lima faktor yang menentukan efektivitas
mengajar para pengajar, yaitu :
1.
Ekspektasi
pengajar tentang kemampuan siswa yang akan dikembangkan.
2.
Keterampilan pengajar
dalam pengelola kelas.
3.
Jumlah waktu
yang digunakan oleh siswa untuk melakukan tugas-tugas belajar yang bersifat
akademik.
4.
Kemampuan
pengajar dalam mengambil keputusan pembelajaran.
5.
Variasi metode
mengajar yang dipakai oleh pengajar.
Secara umum, strategi belajar-mengajar
dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok strategi, yakni :
1.
Strategi yang
diarahkan pengajar (teacher-directed
strategies)
2.
Strategi yang
terpusat pada siswa (student-directed
strategies)
Yang termasuk ke dalam
kelompok strategi yang diarahkan kepada pengajar antara lain ceramah, tanya
jawab, dan drill dan latihan, sedangkan yang termasuk kelompok strategi yang
terpusat kepada siswa antara lain belajar kelompok dan penyingkapan terbimbing
(guided discovery).
Sedangkan Borich (1988)
mengelompokkan strategi belajar-mengajar menjadi dua kelompok, yaitu Direct instruction strategies dan Indirect instruction strategies. Yang
menjadi dasar pengelompokan ini ialah jenis hasil belajar yang ingin dicapai.
Dalam kerangka ini, hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok
besar, yaitu fakta,hokum, urutan tindakan dan konsep,pola,abstraksi.
Hasil belajar jenis
pertama tercermin dari perilaku kognitif, efektif dan psikomotorik taraf
rendah. Sedangkan hasil belajar jenis kedua tercermin dalam perilaku kognitif,
efektif, psikomotorik taraf yang lebih tinggi.
Direct instruction strategies menurut Borich (1988;143) sangat cocok untuk
mengajarkan atau mencapai hasil belajar kategori pertama. Sedang untuk mencapai
hasil belajar jenis kedua diperlukan Indirect
instruction strategies.
E.
HAKIKAT DAN PERANAN MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR
IPS
Model pembelajaran IPS
ialah suatu desain pembelajaran inquiry,
yaitu sebuah metode mengajar yang berorientasi pada latihan meneliti dan
mempertanyakan, istilah ini sejajar dengan metode pemecahan masalah, berpikir
reflektif atau “discovery”. Secara
umum, istilah “inquiry” berkaitan
dengan masalah dan penelitian untuk menjawab suatu masalah.
Rongers (1969), inkuiri
merupakan suatu proses untuk mengajukan pertanyaan dorongan semangat belajar
para siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Namun menurut Beyer
(1971), inkuiri adalah lebih sekedar bertanya. Inkuiri adalah suatu proses mempertanyakan
makna atau arti tertentu yang menurut seseorang menampilkan kemampan
intelektual agar ide atau pemikirannya dapat dipahami.
Wellton dan Mallan (1988),
membandingkan istilah ”inquiry” dengan metode pemecahan masalah (problem
sorving) dan bahkan dengan hafalan atau memori sebagai suatu perilaku proses.
Biasanya, istilah inkuiri digunakan alam aktivitas penelitian, khususnya pada
proses melakukan investigasi. Inkuiri dibutuhkan dalam proses penelitian
sebagai metode untuk mengkaji fenomena. Inkuiri merupakan suatu pendekatan yang
saat ini digunakan oleh para pengembang kurikulum khususnya di sekolah-sekolah
Australia dan Amerika Serikat sebagai suatu pendekatan dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Penggunaan pendekatan ini didasarkan atas beberapa
pemikiran dari para ahli pendidikan dan hasil-hasil penelitian yang menunjukan
bahwa pendekatan ini memiliki keunggulan terutama untuk mengembangkan kemampuan
berfikir dan pengetahuan. Sikap dan nilai para peserta didik dibanding dengan
pendekatan klasikal atau tradisional.
Menurut para ahli,
pendekatan inkuiri adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah kebosanan
siswa dalam belajar di kelas karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa
(student-centred instruction)
daripada kepaa guru (teacher-centred
instruction).
Salah satu komponen
kurikulum yang lebih banyak mendapatkan perhatian dan pengujian adalah metode
pembelajaran. Sebagai dampaknya, banyak para ahli pendidikan yang
mendefisinikan metodenya sebagai dari proses pendidikan yang paling penting.
Salah satu metode untuk mengatasi kebosanan siswa belajar di kelas karena
pengajaran terlalu didominasi oleh pendekatan ekspositori (ceramah) yang
berpusat pada guru adalah metode inkuiri. Tujuan inkuirisosial menurut Bank
(1990), adalah untuk membangun teori. Tujuan social inkuiri pun diharapkan
dapat membantu masyarakat dalam memecahkan masalah-masalah social sehingga
mereka dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik. Tujuan utama inkuiri social
adalah memberikan kontribusi untuk para pengambil kebijakan dalam menghasilkan
keputusan-keputusannya.
Banks mengemukakan
langkah-langkah metode pembelajaran inkuiri untuk kelas IPS sebagai berikut:
1.
Perumusan Masalah (Problem Formulation)
Sebelum seorang siswa
melakukan penelitian tentang suatu masalah atau isu, terlebih dahulu ia harus
memiliki ide yang jelas atau masalah yang akan dipecahkan. Syarat utama masalah
yang harus di pecahkan adalah lengkap, tepat dan mudah diteliti.
2.
Perumusan Hipotesis (Formulation of Hypotheses)
Setelah para siswa
merumuskan masalah atau pertanyaaan yang tepat dan dapat diteliti, selanjutnya
ia berusaha merumuskan dugaan atau jawaban sementara untuk mengarahkan proses
penelitian. Pernyataan atau dalil sementara yang dirumuskan oleh seorang
peneliti untuk mengarahkan penelitian disebut hipotensi.
3.
Definisi istilah
Konseptualisasi
Penelitian harus membuat
definisi istilah atau konsep yang jelas tentang masalah penelitiannya walaupun
pekerjaan ini merupakan masalah utama bagi para ilmuwan sosial. Kesulitannya
adalah konsensus tentang arti konsep atau istilah yang belum ada. Seperti
istilah agresi, kelas sosial, dan perilaku sosial adalah contoh-contoh konsep
ilmu-ilmu yang didefisinikan secara bervariasi oleh para peneliti.
4.
Pengumpulan data (Collection of Data)
Pertanyaan di jawab dan di
hipotesis di uji dengan data dan informasi yang dikumpulkan oleh peneliti.
5.
Pengujian dan Analisi data (Evaluation and Analysis of Data)
Seorang siswa yang meneliti
dalam proses inkuiri, harus berusaha menentukan kredibilitas dan kebermaknaan
informasi yang sedang dikumpulkan. Metode dan teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan data memberikan pengaruh yang berarti terhadap data yang
diperoleh.
6.
Menguji Hipotesis untuk
Memperoleh Generalisai dan Teori
Seorang siswa calon ilmuwan
sosial mulai rangkaian proses penelitian dengan sebuah pertanyaan, biasanya
berkaitan dengan teori atau pengetahuan yang telah ada. Namun,
pertanyaan-pertanyaan itu sendiri tidak dapat diuji secara langsung. Hipotensi
yang berkaitan dengan pertanyaan itu perlu menguji apakah hipotesisnya dapat
dibuktikan dengan berdasarkan pada informasi yang telah terkumpul.
7.
Memulai inkuiri lagi
Apabila penemuaan telah
menemukan bahwa data itu mendukung hipotesisnya maka dukungan terhadap teori
kecemburuan dalam persaingan ekonomi akan semakin meningkat. Akan tetapi,
proses penelitiannya apakah dalil-dalil teori diterima atau ditolak. Sebab perilaku
manusia begitu kompleks, hampir semua teori yang ada dalam berbagai disiplin
ilmu sosial mempunyai banyak dalil yang hanya dibuktikan secara sepihak. Namun
demikian, model pembelajaran inkuiri yang digambarkan di atas dapat
berdaurulang dan tidak bersifat linier atau terputus.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
belajar mengajar.
Pembelajaran ialah
suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jika konsep hanya
sampai kepada pengertian konotatif maka generalisasi harus merupakan kalimat
penyataan deklaratif yang berlaku sebagai suatu prinsip atau ketentuan pada konteks
IPS. Jika konsep merupakan pengertian yang dapat terlepas dari konsep-konsep
lainnya, maka generalisasi merupakan hubungan dari beberapa konsep. Dengan
dapat dikuasainya perbedaan antara konsep dengan konsep dasar, guru dan siswa
dapat melakukan pemilihan konsep dan pengembangan generalisasi secara wajar dan
terarah.
Agar pencapaian tujuan pengajaran IPS
terlaksana dengan baik, diperlukan model pembelajaran yang dianggap dan
diperkirakan paling efektif dalam menyajikan materi pengajaran IPS, khususnya di
SD. Ada beberapa alternatif model-model pembelajaran IPS, seperti model Lecturing (ceramah yang disempurnakan),
model pembelajaran konsep dasar IPS keterampilan berpikir (thinking skills) yang terdiri dari dua, yaitu keterampilan berpikir
kritis (critical thinking skills) dan
keterampilan berpikir kreatif (creative
thinking skills).
Model pembelajaran IPS
ialah suatu desain pembelajaran inquiry,
yaitu sebuah metode mengajar yang berorientasi pada latihan meneliti dan
mempertanyakan, istilah ini sejajar dengan metode pemecahan masalah, berpikir
reflektif atau “discovery”. Secara
umum, istilah “inquiry” berkaitan
dengan masalah dan penelitian untuk menjawab suatu masalah.
B.
SARAN
Demikian makalah ini penyusun sajikan,
tentunya dengan berbagai kekurangan yang jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu penulis berharap akan saran dan kritik yang membangun.
Untuk para peneliti dan para penyusun
makalah selanjutnya diharapkan agar lebih baik lagi, baik dari segi bahasa,
penyajian, pengembangan materi, serta lebih banyak lagi mendapat referensi buku
atau sumber lainnya untuk menjadi acuan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Nursid Sumaatmadja, dkk. (2007). Konsep Dasar IPS. Jakarta: Universitas Terbuka.
Anita Dewi Saputri, dkk (2011). Model-Model Pembelajaran Konsep Dasar IPS dan Merancang serta
Menerapkan Keterampilan Dasar IPS. Semarang.
Makalah tentang Model Pembelajaran IPS - Makalahsekolah.com.
Konsep Dasar IPS - andreuvaya.blogspot.co.id.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar